TaniHoki.com: Sebagai
negara penghasil kakao utama dunia, limbah kulit biji kakao juga banyak di
Indonesia. Dan sayangnya, limbah ini belum banyak dimanfaatkan dan dibiarkan
membusuk di area perkebunan kakao.
Guru Besar Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Ir. Mohamad Djali, M.S., menyebut bahwa dari hasil penelitian para ahli menunjukkan kulit biji kakao memiliki kandungan senyawa bioaktif yang bertanggung jawab sebagai antioksidan, antitumor, antimikroba, dan aktivitas antivirus.
Prof. Djaliyang baru dikukuhkan sebagai Guru Besar Unpad itu bilang kalau limbah kulit
biji kakao dibiarkan membusuk makan akan menyebabkan masalah lingkungan,
seperti bau busuk dan sumber penyakit.
Karena itu,
mengingat kandungan senyawa bioaktifnya, pengolahan kulit biji kakao potensial
dilakukan.
“Pemanfaatan
kulit biji kakao dengan penerapan konsep zero waste dalam industri kakao ini
akan memberikan nilai tambah bagi diversifikasi olahan juga sebagai upaya
menjaga kelestarian lingkungan,” katanya saat membacakan orasi ilmiah berjudul
“Profil Biomassa Kulit Biji Kakao sebagai Limbah Industri Kakao: Antara Potensi
dan Keamanan Pangannya”.
Orasi
tersebut dibacakan dalam rangka Penerimaan Jabatan Guru Besar bidang Ilmu
Teknologi Pangan pada Fakultas Teknologi Industri Pertanian Unpad yang digelar
di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad Kampus Iwa Koesoemasoemantri, Bandung, Selasa
(29/3/2022).
Adapun,
jumlah produksi kakao Indonesia berdasarkan data Kementerian Pertanian RI pada 2021
sebesar 728.046 ton biji kering dan
ekspor sebesar 28.678 ton kering.
Diperkirakan,
jumlah kulit biji kakao yang dihasilkan dalam negeri tidak kurang dari 109.200
ton.
Karena
itulah, tingginya potensi produksi limbah biomassa kulit biji kakao ini akan
menjadi prospek masa depan yang menjanjikan.
Bukan
sekadar bagi industri kakao, tetapi juga industri pangan terutama industri
pangan fungsional.
Jadi Sirup hingga Pengawet Baso
Potensi ini
menjadi salah satu penelitian Prof. Djali. Sementara itu, di FTIP riset
aplikasi kulit biji kakao dalam pengolahan pangan sudah dilakukan mahasiswa, di
antaranya pembuatan sirup, aplikasi ekstrak kulit biji kakao dalam pembuatan es
krim, aplikasi untuk penyalut keripik pisang, aplikasi sebagai bahan pengawet
baso, hingga degradasi komponen lignoselulosa.
“Riset-riset
tersebut menunjukkan hasil yang menggembirakan karena karakteristik asli kakao
pada produk tidak hilang,” lanjut Prof. Djali.
Kendati
mengandung senyawa bioaktif, pengolahan limbah kulit biji kakao tetap harus
diperhatikan.
Salah satu
yang perlu diperhatikan adalah faktor keamanan pangannya. Sebagai bagian
terluar dari biji, kulit biji kakao sangat rentan tercemari berbagai kontaminan
fisik, kimia, biologis, maupun mikrobiologis.
Dia menegaskan,
faktor keamanan pangan dari pengolahan kulit biji kakao perlu dilakukan,
mengingat masih rendahnya kualitas penanganan pra dan pascapanen buah kakao di
tingkat petani atau produsen biji kakao dalam negeri.
Karena itu,
lanjutnya, dalam konteks pemanfaatan sebagai bahan pangan, perlu didahului
analisis ada atau tidaknya cemaran awal pada kulit biji kakao.
Perlakuan
khusus untuk produk yang terindikasi tercemar oleh kontaminan tersebut juga
perlu dilakukan.
“Riset-riset
ke arah eksplorasi lanjut dari KBK
dengan fokus sebagai tambahan dalam makanan atau suplemen dengan nilai gizi
tinggi dan keamanan pangannya, perlu terus ditingkatkan, terutama melalui
program kemitraan perguruan tinggi dengan Industri terkait di seluruh
Indonesia.”
Posting Komentar