JAKARTA – Ikan cakalang, dikenal juga sebagai skipjack tuna, adalah salah satu spesies ikan yang penting dalam industri perikanan. Dikenal karena kecepatan dan kekuatannya, ikan ini menarik banyak perhatian baik dari kalangan peneliti maupun penggemar kuliner.
Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) berasal dari keluarga Scombroidae dengan genus Katsuwonus. Ikan ini menjadi sorotan di wilayah pesisir selatan DIY. Dengan alat tangkap seperti pancing (hand line) dan jaring lingkar (purse seine), nelayan di kapal berukuran 10 – 29 GT hingga lebih dari 30 GT berhasil menangkap rata-rata 478,16 ton ikan cakalang per tahun pada periode 2012 – 2016.
Namun, ada kesalahpahaman menarik di masyarakat, khususnya di Jogjakarta, mengenai ikan cakalang. Yang sering dijual dan dikenal sebagai ‘ikan cakalang’ di pasaran adalah sebenarnya ikan kokok atau kokot, primadona dari Kabupaten Bantul. Ikan ini berasal dari Pantura, khususnya Tuban atau Semarang (Pasar Kobong). Ukuran ikan kokok yang populer adalah sekitar 1 kg dengan isi 5 - 6 ekor. Ikan ini memiliki ciri khas sisik tebal di bagian ekor yang membutuhkan usaha ekstra saat dikupas.
Berbeda dengan ikan kokok, ikan cakalang memiliki ukuran yang lebih besar. Dengan penggunaan jaring purse seine, ukuran ikan cakalang yang diinginkan pasar adalah lebih dari 1 kg. Di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng, ikan cakalang juga dikenal sebagai ikan blereng. Ikan ini identik dengan skipjack tuna yang dikenal secara internasional.
Dalam ilmu taksonomi, ikan cakalang diketahui memiliki punggung berwarna biru kehitaman, perut berwarna terang, dan 4 - 6 garis hitam memanjang di sisi badannya. Sebagai perenang cepat dan pemakan yang rakus, cakalang sering bergerombol dan berpindah-pindah di perairan pelagis hingga kedalaman 200 meter.
Sayangnya, ikan ini kerap merusak jaring mini purse seine karena perilakunya yang agresif saat terjaring. Berbeda dengan ikan layang (Decapterus spp.), cakalang akan mati dan terkumpul di dasar jaring ketika stress, meningkatkan risiko kerusakan pada jaring.
Ikan cakalang banyak digunakan sebagai bahan baku industri pengalengan ikan, terutama di Jawa Timur. Meski belum sepopuler olahan ikan tuna dari PPP Sadeng, di berbagai daerah, cakalang bisa diolah menjadi berbagai masakan lezat seperti cakalang fufu, cakalang asap, abon ikan cakalang, hingga metode pemindangan.
Ciri-Ciri Cakalang
Ikan cakalang memiliki ciri fisik yang menarik. Panjangnya bisa mencapai 1 meter dengan berat hingga 18 kg. Warna tubuhnya biru kehijauan di bagian atas dan putih perak di bagian bawah, dengan garis-garis hitam horizontal yang khas di sisi sisinya. Siripnya yang kuat memungkinkan ikan cakalang berenang dengan cepat.
Ikan cakalang banyak ditemukan di perairan tropis dan subtropis di seluruh dunia. Mereka memiliki pola migrasi yang unik, bergerak secara musiman mengikuti suhu air yang ideal dan kelimpahan makanan.
Ikan ini adalah pemangsa aktif. Dietnya terutama terdiri dari ikan-ikan kecil, krustasea, dan cephalopoda. Cakalang berburu secara berkelompok, sering kali bekerja sama untuk mengejar mangsa.
Siklus hidup ikan cakalang dimulai dari telur. Setelah menetas, larva akan berkembang menjadi benih dan terus tumbuh hingga mencapai kematangan seksual. Proses reproduksi ini berperan penting dalam menjaga populasi ikan cakalang.
Sebagai pemangsa di puncak rantai makanan, ikan cakalang memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut. Kehadirannya membantu mengatur populasi spesies mangsa dan mencegah terjadinya overpopulasi.
Ikan cakalang adalah sumber protein yang baik dan kaya akan asam lemak omega-3. Kandungan nutrisinya menjadikan ikan ini pilihan yang baik untuk konsumsi manusia, baik dalam bentuk segar maupun olahan.
Metode Penangkapan yang Berkelanjutan
Untuk mendukung keberlangsungan populasi ikan cakalang, penangkapan harus dilakukan dengan metode yang bertanggung jawab. Menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan dan mematuhi regulasi penangkapan merupakan langkah penting dalam konservasi.
Metode penangkapan ikan yang berkelanjutan untuk ikan cakalang meliputi beberapa prinsip utama yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan memastikan kelangsungan populasi ikan. Berikut adalah beberapa metode penangkapan ikan cakalang yang berkelanjutan:
Pemilihan Alat Tangkap yang Ramah Lingkungan: Menggunakan alat tangkap yang minim dampak pada ekosistem laut, seperti pancing tonda atau jaring yang dirancang untuk mengurangi penangkapan ikan yang tidak diinginkan (bycatch) dan kerusakan habitat bawah laut.
Pengaturan Kuota Tangkapan: Menetapkan kuota tangkapan berdasarkan penelitian ilmiah untuk menjaga populasi ikan cakalang tetap stabil. Hal ini mencakup pembatasan jumlah ikan yang boleh ditangkap dalam periode tertentu.
Pemantauan Populasi Ikan: Melakukan pemantauan terhadap populasi ikan cakalang untuk memahami dinamika populasi dan mengidentifikasi jika ada penurunan jumlah yang signifikan yang bisa mengindikasikan overfishing.
Menghindari Penangkapan pada Masa Pemijahan: Menghindari penangkapan ikan cakalang pada masa pemijahan untuk memastikan ikan memiliki kesempatan untuk berkembang biak, sehingga membantu pemulihan dan pertumbuhan populasi.
Zonasi Penangkapan: Menentukan area penangkapan yang diizinkan dan area larangan penangkapan untuk melindungi ekosistem laut tertentu dan menghindari overfishing di area yang rentan.
Pendidikan dan Pelatihan Nelayan: Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada nelayan tentang praktik penangkapan yang berkelanjutan, termasuk cara mengidentifikasi ikan cakalang ukuran matang secara biologis untuk dihindari penangkapan ikan yang masih muda.
Sertifikasi dan Pelabelan Berkelanjutan: Menerapkan sertifikasi dan pelabelan yang menunjukkan bahwa ikan cakalang ditangkap dengan metode yang berkelanjutan, membantu konsumen dalam membuat pilihan yang lebih bertanggung jawab.
Posting Komentar